Minggu, 03 Juni 2018

KAJIAN AL-QUR'AN TENTANG TOLERANSI

KAJIAN AL-QUR'AN TENTANG TOLERANSI
ASSALAMU'ALAYKUM GIMANA KABAE LINGKUNGANMU? MASIH DAMAIKAH DENGAN SIKAP TOLERANSI/TASAMUH? ALHAMDULILLAH JIKALAU AMAN KARNA LINGKUNGANKU JUA BEGITU
Suatu hari, kaum kafir Quraisy sudah mulai putus asa dengan perkembangan Islam di Mekah. Pengaruh Muhammad yang membawa agama baru semakin terasa di kalangan masyarakat. Setelah berembuk, mereka mengutus beberapa orang untuk menemui Muhammad. "Hai Muhammad, hentikanlah dakwahmu mengajak warga mengikuti agamamu. Bagaimana kalau kita saling berbagi. Satu hari kami menyembah Tuhanmu dan satu hari engkau menyembah Tuhan kami?"

Muhammad Rasulullah yang mendengar tawaran seperti itu menolak dengan halus. Selanjutnya, turunlah ayat 1-5 Surah al-Kafirun. Bagaimanakah sebenarnya cara kita bersikap kepada orang-orang non-Islam? Inilah yang akan kita bahas dalam postingan Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Toleransi Umat Beragama.
Pengertian
Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Toleransi Umat Beragama
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau system keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.
Penggunaan Kata “Toleransi dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak pernah menyebut-nyebut kata tasamuh/toleransi secara tersurat hingga kita tidak akan pernah menemukan kata tersebut termaktub di dalamnya. Namun, secara eksplisit al-Qur’an menjelaskan konsep toleransi dengan segala batasan-batasannya secara jelas dan gambling. Oleh karena itu, ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep toleransi dapat dijadikan rujukan dalam implementasi toleransi dalam kehidupan.
Kajian Al Qur’an Tentang Anjuran Bertoleransi
Al Quran adalah pedoman bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah pedoman tentang tata cara bertoleransi antarpemeluk agama yang sama dan yang berbeda. Sebagai mana yang tertuang dalam ayat-ayat suci berikut ini.
Al Quran Surat Al Kafirun Ayat 1-6:
1. Katakanlah: “hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak menyembah apa yang kau sembah,
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Al Quran Surat Yunus Ayat 40-41:
40. “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Quran), dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”
41. “Dan jika mereka tetap mendustakan Muhammad maka katakanlah,’Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Al Quran Surat Al Kahfi Ayat 29:
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami telah sediakan tempat orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan mereka meminta minum, niscaya mereka diberi minum seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”
(QS. Al-Kahfi: 29)
Tidak meniru-niru perbuatan mereka(orang-orang kafir), seperti meniru merayakan hari-hari besar agama mereka, melakukan upacara-upacara seperti mereka, berpakaian seperti mereka dan sebagainya. Sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk mereka”.
(HR. Mutafaq ‘Alaihi)

Sikap terhadap Orang yang Berbeda Agama dan Keyakinan


1. Surah Al-Kafirun Ayat 1-6

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ ١  لَآ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ ٢  وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٣  وَلَآ أَنَا۠ عَابِدٞ مَّا عَبَدتُّمۡ ٤ وَلَآ أَنتُمۡ عَٰبِدُونَ مَآ أَعۡبُدُ ٥  لَكُمۡ دِينُكُمۡ وَلِيَ دِينِ ٦

Terjemahan.

(1) Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (3) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah (6) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".

2. Isi Kandungan Surah Al-Kafirun Ayat 16

Allah swt. dan rasul-Nya menganjurkan umat Islam bertoleransi dalam bidang muamalah, yaitu hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan tolong-menolong. Misalnya bersama-sama membangun jembatan, menengok ketika ada yang jatuh sakit, bergotong royong membangun rumah, menolong pemeluk agama lain yang tertimpa musibah, dan kegiatan masyarakat lainnya.

Hal ini dicontohkan Rasulullah yang menghormati jenazah Yahudi yang lewat dihadapannya. Namun, dalam bertoleransi kita tidak boleh mencampuradukkan masalah akidah. Akidah merupakan bagian esensial atau inti dari suatu agama. Agar tidak terjadi kebiasaan mencampuraduk akidah Allah menurunkan Surah al-Kafirun sebagai pedoman dalam bertoleransi tersebut.

Orang-orang kafir mengutus beberapa utusan untuk berdialog dan berkompromi dengan Nabi Muhammad saw. Dialog ini dimaksudkan untuk menjatuhkan Nabi Muhammad dan agar kaum muslimin kembali pada ajaran nenek moyang atau menyembah berhala. Dalam dialog ini kaum kafir mengusulkan kepada Rasulullah saw. untuk berkompromi dengan cara berganti-ganti praktik ibadah. Selama satu tahun kaum kafir akan mengikuti Rasulullah menyembah Allah Swt. Pada tahun berikutnya Rasulullah dan umat Islam yang mengikuti kaum kafir menyembah berhala. Allah Swt. menurunkan Surah al-Kafirun ayat 1–6 untuk menjawab kompromi yang diajukan oleh orang-orang kafir.

Surah al-Kafirun merupakan penegasan larangan mencampuradukkan akidah dan keimanan Islam dengan ajaran agama lain. Kemurnian akidah Islam harus dijaga. Inilah kandungan pertama Surah al-Kafirun, yaitu ikrar kemurnian tauhid. Tidak ada yang dapat menyamai kebenaran akidah Islam. Oleh karena itu, Allah Swt. melarang hamba-Nya mencampuradukkan akidah dan keimanan yang ia anut dengan keyakinan umat lain. Kandungan kedua Surah al-Kafirun adalah ikrar penolakan terhadap semua bentuk praktik peribadatan kepada selain Allah Swt. yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Islam menganjurkan umatnya bertoleransi. Akan tetapi, jika sudah menyangkut masalah akidah, keimanan, dan ibadah Islam tidak lagi mengenal toleransi. (Hamka. 2004.)

Keragaman dan perbedaan keyakinan merupakan realita yang tidak dapat ditolak. Keragaman dan perbedaan secara realita akan tetap ada hingga akhir dunia. Perhatikan firman A llah Swt. berikut.

وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ

Terjemahan: Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. (Q.S. Hud: 118)

Ayat keenam Surah al-Kafirun menegaskan bahwa bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Ayat ini menyatakan ikrar dan ketegasan sikap setiap muslim terhadap orang kafir. Islam tidak mengenal toleransi atau kompromi dalam bidang akidah dan ibadah. Islam melarang pencampuradukan akidah Islam dengan agama lain. Tauhid tidak dapat dicampuradukkan dengan syirik.

Secara umum Surah al-Kafirun mengandung makna toleransi terhadap agama lain dan kepercayaannya. Toleransi ini berarti pengakuan tentang adanya realita perbedaan agama dan keyakinan, bukan pengakuan pembenaran terhadap agama dan keyakinan selain Islam. Islam adalah agama yang benar dan tidak ada yang dapat menyamai syariat Islam.

Surah al-Kafirun merupakan pedoman bagi umat Islam dalam bersikap menghadapi perbedaan yang ada. Selain itu, Surah al-Kafirun ayat 1-6 juga merupakan pedoman dalam meletakkan hubungan sosial. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menutup jalan untuk tolong-menolong. Perbedaan agama dan keyakinan tidak menjadi alasan untuk bermusuhan.

Dendam dan permusuhan antar golongan tidak bermanfaat. Dendam dan permusuhan hanya mendatangkan kesengsaraan dan kerugian. Ketenangan dan kedamaian sirna oleh dendam dan permusuhan. Perbedaan dan keragaman harus disikapi dengan bijaksana. Kita tidak mengganggu penganut agama lain dan tidak mau diganggu oleh penganut agama lain. Meskipun dianjurkan bertoleransi, kita harus tetap memiliki keyakinan penuh pada keimanan dan agama yang kita anut. Hanya Islam agama yang diridai Allah Swt. Jangan sampai sikap toleransi yang kita tunjukkan melunturkan keyakinan terhadap agama sendiri.

Kesimpulan yang dapat diambil dari Surah al-Kafirun sebagai berikut.

  • Islam mengakui terhadap realita keberadaan agama dan keyakinan lain.
  • Islam mengizinkan umatnya berinteraksi dengan umat nonmuslim dalam bidang muamalah.
  • Islam melarang toleransi dalam bidang akidah dan ibadah.
  • Islam secara tegas menolak segala bentuk kemusyrikan, ritual ibadah, atau hukum yang terdapat dalam agama lain.


Kebebasan Beragama dalam Piagam Madinah

Salah satu nilai hak asasi manusia (HAM) yang selalu melekat pada diri setiap manusia adalah agama. Pengakuan tentang masyarakat yang plural, misalnya agama yang dianut, ternyata telah diakomodir dalam Piagam Madinah.

Pada pasal 25 Piagam Madinah disebutkan, "Kaum Yahudi dari Banu Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka. (kebebasan ini berlaku) Juga bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi orang yang berbuat kezaliman dan kejahatan, merusak diri dan keluarga mereka."

Dalam piagam di atas secara jelas ada jaminan bahwa umat Yahudi bebas menjalankan ajaran agama mereka sebagaimana umat Islam yang diberi kebebasan. Meskipun ada perbedaan keyakinan beragama, umat Islam dan Yahudi tetap bisa hidup berdampingan dalam negara Madinah. Umat Islam dianjurkan tetap bertoleransi terhadap umat lain untuk menjalankan ajaran agamanya.

Sikap terhadap Orang yang Berbeda Pendapat


 1. Surah Yunus Ayat 40-41

وَمِنۡهُم مَّن يُؤۡمِنُ بِهِۦ وَمِنۡهُم مَّن لَّا يُؤۡمِنُ بِهِۦۚ وَرَبُّكَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُفۡسِدِينَ ٤٠ وَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل لِّي عَمَلِي وَلَكُمۡ عَمَلُكُمۡۖ أَنتُم بَرِيٓ‍ُٔونَ مِمَّآ أَعۡمَلُ وَأَنَا۠ بَرِيٓءٞ مِّمَّا تَعۡمَلُونَ ٤١ 

Terjemahan.
(40) Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan (41) Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan"  (Q.S. Yunus: 40-41)

2. Isi Kandungan Surah Yunus Ayat 40-41

Allah Swt. dalam Surah Yunus ayat 40-41 menjelaskan bahwa umat manusia terbagi menjadi dua dalam menerima Al-Qur'an. Pertama, golongan yang benar-benar memercayai dengan iktikad baik terhadap Al-Qur'an. Dalam golongan orang yang beriman kepada Al-Quran terdapat pula orang-orang yang hanya beriman secara lahir, sedangkan hati atau batinnya belum beriman. Kedua, golongan yang tidak beriman pada Al-Quran.

Keadaan umat Nabi Muhammad saw. ini juga terjadi ketika wahyu turun di Mekah. Ada golongan yang beriman dan ada yang tidak beriman atau bertahan dengan agama nenek moyang. Setelah Islam tersebar luas, kedua golongan penerima Al-Quran ini tetap bertahan. Di antara mereka ada yang dengan sepenuh hati menerima Al-Quran. Sebagian lagi ada yang menerima Al-Quran hanya karena keturunan.

Dalam lanjutan ayatnya Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia lebih mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. Orang-orang yang menerima Al-Quran hanya di bibir atau karena keturunan, suatu saat akan mengetahui akibat perbuatannya. Allah swt. mengetahui orang-orang yang benar-benar beriman pada Al-Quran. Allah Swt. juga mengetahui orang-orang yang hanya beriman di bibir. Bagi mereka yang berbuat aniaya, menzalimi diri sendiri, membuat kerusakan, dan berbagai tindakan yang bertentangan dengan syariat akan mengetahui akibat perbuatannya. Mereka akan menerima balasan yang sesuai dari Zat Yang Maha Mengetahui.

Ayat 40 Surah Yunus menjelaskan bahwa orang-orang yang memilih beriman atau tidak beriman pada Al-Quran akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jika manusia memilih tidak beriman pada Al-Quran, mereka akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Orang-orang yang tidak beriman pada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai utusan Allah akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Tiap-tiap manusia bertanggung jawab terhadap amal perbuatan atau pilihannya. Tidak ada satu orang pun yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan atau pilihan orang lain.

Pilihan beriman atau tidak beriman memiliki akibat yang berbeda. Pilihan tidak beriman akan mendapat balasan yang sesuai. Begitu juga pilihan beriman dan berpegang teguh terhadap Al-Quran tentu akan memperoleh balasan yang sesuai. Tidak mungkin kebaikan akan mendapat balasan yang buruk dari-Nya. Kebaikan akan mendapat balasan yang baik, sedangkan pilihan tidak beriman dan tetap dalam kekafiran tentu akan mendapat balasan yang buruk.

Seseorang yang beriman tidak akan bertanggung jawab terhadap perbuatan orang lain yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman juga tidak bertanggung jawab terhadap pilihan orang-orang yang beriman. Tiap-tiap manusia akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya masing-masing. Tidak ada dosa limpahan dari orang lain. Pahala orang-orang yang mengerjakan kebaikan dan beriman tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang tidak beriman. Dosa yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak beriman juga tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang tidak beriman akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orang-orang yang beriman juga akan bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Sikap yang ditunjukkan terhadap setiap pilihan adalah menghormati dan menghargai pilihan tersebut. Orang-orang beriman menghormati dan menghargai pilihan orang-orang yang tidak beriman. Dengan keyakinan bahwa pilihan tersebut salah dan akan mendapat balasan yang sesuai di akhirat kelak. Orang-orang yang tidak beriman juga menghormati dan menghargai pilihan saudaranya untuk beriman. Mereka tidak boleh mengganggu amal atau ibadah yang dilaksanakan orang-orang yang beriman.

Kebebasan untuk Beriman atau Kafir


1. Surah Al-Kahf Ayat 29 tentang

وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ إِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلظَّٰلِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمۡ سُرَادِقُهَاۚ وَإِن يَسۡتَغِيثُواْ يُغَاثُواْ بِمَآءٖ كَٱلۡمُهۡلِ يَشۡوِي ٱلۡوُجُوهَۚ بِئۡسَ ٱلشَّرَابُ وَسَآءَتۡ مُرۡتَفَقًا 

Terjemahan

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek (Q.S. al-Kahf: 29)

2. Kandungan Surah Al-Kahf Ayat 29

Ayat 29 Surah al-Kahf menjelaskan bahwa kebenaran berasal dari Tuhan. Dalam menghadapi atau menerima kebenaran tidak terdapat perbedaan antara si kaya atau si miskin. Si kaya yang ingin beriman, berimanlah. Si miskin yang ingin beriman, berimanlah. Seseorang yang ingin kafir dipersilakan juga oleh Allah Swt. Dalam ayat ini Allah swt. membebaskan manusia untuk menentukan pilihan. Sebelum menentukan pilihan, manusia sudah diberi tahu bahwa kebenaran berasal dari Allah.

Allah swt. mengaruniakan manusia berupa akal. Manusia mempergunakan akal tersebut untuk berpikir dan memilih beriman atau kafir. Jika seseorang memilih beriman, berarti ia telah menuruti kata hati atau suara akal. Bagi orang-orang yang memilih kafir, mereka akan menanggung akibat pilihannya itu. Bukan orang lain yang akan bertanggung jawab terhadap pilihannya.

Beriman atau kafir merupakan suatu hal yang harus dipilih. Allah telah memberi kebebasan kepada manusia untuk menjatuhkan pilihan. Di balik pilihan yang disediakan terdapat akibat yang telah menunggu. Orang-orang kafir telah menzalimi diri mereka sendiri. Mereka menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Mereka menolak atau mengingkari kata hatinya tentang kebenaran yang datang dari-Nya. Bagi mereka yang memilih kafir atau menzalimi diri sendiri, neraka menjadi tempat kembalinya. Mereka terkepung di dalam neraka dan tidak dapat keluar. Pagar neraka terlalu kukuh untuk dilewati manusia yang ada di dalamnya.

Ayat 29 Surah al-Kahf juga menjelaskan bahwa orang-orang yang ada di dalam neraka jika mereka minum, mereka akan diberi minum. Akan tetapi, minuman yang mereka terima berupa air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. Jika penghuni neraka meminum air tersebut, haus yang mereka rasakan tidak hilang. Semakin diminum penghuni neraka akan merasakan kesengsaraan. Wajah mereka hangus oleh panasnya api neraka dan panasnya minuman yang mereka minum.

Minuman yang disediakan untuk penghuni neraka merupakan minuman yang paling buruk. Manusia belum pernah melihat, bahkan membayangkan minuman tersebut di dunia. Akan tetapi, sejelek-jelek minuman itulah yang akan diterima oleh penghuni neraka (mereka yang memilih kafir). Selain menjelaskan tentang seburuk-buruknya minuman, ayat ini juga menjelaskan bahwa neraka merupakan tempat istirahat yang paling jelek.

Beginilah akhir atau akibat yang akan diterima orang-orang yang memilih kafir. Mereka yang selama di dunia sombong dengan kedudukannya dan menolak kebenaran yang datang dari Allah Swt. Di akhirat kelak mereka akan tinggal di neraka dan diberi minuman yang paling buruk. Selain itu, orang-orang yang memilih kafir juga diberi tempat istirahat yang paling buruk.

Kebenaran adalah milik Allah semata. Tidak ada satupun kebenaran yang keluar dari selain Allah. Sebagai umat Islam, kita diperintahkan untuk mendakwahkan Islam kepada seluruh umat manusia. Ayat Al-Quran dan hadis Rasulullah telah dengan jelas menyatakan perintah itu. Akan tetapi, senada dengan kebebasan untuk beriman atau tidak, perintah untuk berdakwah hanyalah sekadar menyampaikan dakwah itu sendiri. Kita tidak pernah dibebani keberhasilan dakwah.

Kita harus berdakwah sebaik mungkin. Hal ini sudah jelas. Akan tetapi, kita tidak pernah diberi tanggung jawab orang yang kita dakwahi harus mengikuti ajaran Allah. Tugas kita hanyalah berdakwah dan menyampaikan. Keberhasilan dakwah adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada orang-orang yang Dia kehendaki.

Perbedaan merupakan sunatullah yang ditetapkan Allah bagi sekalian makhluk-Nya. Dengan perbedaan itulah kehidupan di muka bumi ini dapat berlangsung dengan dinamis dan interaktif. Sebagai seorang muslim yang baik, kita juga dihadapkan dengan perbedaan tersebut. Untuk itulah kita harus meneladani contoh Rasulullah bertoleransi dalam perbedaan yang ada.

Pada awal hijrah, Rasulullah hidup di Madinah bersama dengan para penyembah berhala, kaum nasrani, dan orang-orang Yahudi. Dengan mereka semua Rasulullah menjalin pertemanan yang baik. Akan tetapi meskipun berteman baik, Rasulullah tidak terlarut dengan pergaulan tersebut. Rasulullah dengan teguh memegang ajaran Allah tanpa terkontaminasi sedikit pun. (Husi Thoyar, Pendidikan Agama Islam: 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar